Selasa, 14 Desember 2010

Makna dan Pesan Moral Api Unggun, Pikiran Rakyat, 20 April 2007


Suasana rekreatif menjadi ciri khas kegiatan kepramukaan selama ini. Kegiatan kepramukaan di alam terbuka sangat relevan dengan upaya penegmbangan kecerdasan kinestesis (gerak tubuh) dan spasial (keruangan) terkait peningkatan mutu pendidikan formal.

Suasana rileks dan riang gembira merupakan bagian dari pendekatan pembelajaran nilai dan sikap dalam membentuk karakter dan kepribadian siswa seutuhnya. Acara bersifat rekreatif bermanfaat dalam mengembalikan kesegaran siswa dari kepenatan aktivitas belajar sehari-hari.

Api unggun mengandung makna dan pesan moral yang luas. Acara ini memiliki aura sakral, wibawa, dan penuh rasa khidmat terkait acara pelantikan anggota baru pramuka. Kegiatan api unggun pun menjadi momen yang menyenangkan ditunggu para anggota pramuka. Sesuai tradisi, api unggun sebagai mata acara penutup kegiatan perkemahan menampilkan berbagai suguhan hiburan bersifat atraktif, kreatif dan rekreatif. Semua dengan membentuk lingkaran bisa dengan santai melepas lelah setelah mengikuti serangkaian materi.

Acara ini dikemas sebagai ajang kreasi siswa menampilkan atraksi ketangkasan, pentas seni, dan aneka kreasi lainnya. Setiap regu yang tampil berusaha memuaskan penonton dengan suguhan atraksi memikat. Sebaliknya apresiasi diberikan peserta dengan sambungan hangat disertai aplaus tepuk tangan. Tentu saja bagi yang tampil, mampu memberi spirit, kebanggaan, dan rasa percaya diri. Acara api unggun pun dapat dijadikan arena memperluas persaudaraan dan memperkokoh tali persahabatan sehingga mengeliminasi perilaku kekerasan seperti perkelahian dan tawuran antarsiswa.

Esensi acara api unggun dalam kegiatan kepramukaan bukanlah sekedar acara begadang atau hura-hura layaknya acara camping ala remaja sekarang. Di bawah kendali instruktur atau pembina pramuka, acara api unggun senantiasa mengedepankan norma dan etika. Bbeberapa pedoman pelaksanaan api unggun mengharuskan semua yang terlibat (1) menjaga ketertiban dan sopan santun; (2) menghindari ucapan kotor dan negatif; (3) tidak merusak lingkungan; (4) menciptakan kesan terbaik bagi peserta; (5) jangan lupa mematikan api dan membersihkan sampah di sekitar lokasi.

Dalam memilih lokasi kegiatan api unggun direkomendasikan dilaksanakan di tanah lapang (rata) bernuansa alam terbuka jauh dari pemukiman penduduk, dan sangat baik dilakukan di malam cerah dengan langit berbintang. Api unggun pun dirasakan manfaatnya langsung oleh peserta, seperti menghangatkan badan, menerangi kegelapan, dan dapat mengusir binatang buas.

Secara fisik, api unggun hanyalah sejumlah ranting disusun berunggun-unggun (bertumpuk) kemudian dibakar. Bentuknya bisa menyerupai piramida, segitiga, bujur sangkar atau pagoda tegak. Penataan ruang sedemikian rupa, maksudnya untuk memberi ruang bagi udara (Oksigen) agar kayu dapat terbakar sempurna. Setiap regu secara rawe-rawe lantas, malang-malang putung (bergotong royong) mengumpulkan ranting-ranting dan potongan kayu kering sebagai bahan baku membuat api unggun.

Kondisi realitas sekarang, di mana guru banyak disibukkan oleh kegiatan kurikuler dalam proses kegiatan belajar-mengajar sehingga kegiatan kepramukaan lebih banyak ditangani kakak-kakak (senior) dan Ambalan/Racana di wilayah sekitarnya. Padahal, segala perhatian tersebut bukan cuma tugas guru selaku pembina pramuka, guru lain pun diharapkan turut memberi dukungan dengan sesekali mendampingi kegiatan siswa seperti pada saat kegiatan api unggun ini.

Banyak manfaat didapat, bukan saja acara nostalgia dan romantisme terhadap kegiatan serupa tempo dulu, namun diharapkan melahirkan daya juang lebih fresh seperti ditunjukkan oleh nyala lidah api unggun berkobar-kobar. Begitu sarat makna dan pesan moral terkandung dalam acara api unggun tersebut. Begitu pun keheningan malam, beningnya bulir-bulir embun dan kerlap kerlip bintang di langit terbuka dibungkus kehangatan api unggun dapat menjadi sumber inspirasi sekaligus penyegaran dari monotonitas, kesumpekan dan kepenatan sehari-hari. ****

Penulis, guru SDN Taruna Karya 4 Kec. Cibiru, Kota Bandung

Minggu, 12 Desember 2010

Mengasah Kecerdasan Finansial Sejak Usia Dini, Pikiran Rakyat, 1 November 2008


Banyak kejadian merugikan akibat seseorang tidak bisa mengelola keuangan dengan baik. Bahkan tidak sedikit yang berakhir di jeruji besi melakukan tindak kriminal, karena tergoda mencuri, merampok atau korupsi.

Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidaki diinginkan tersebut, seseorang perlu memiliki kecerdasan dinansial atau seni mengelola keuangan. Kecakapan mengelola keuangan bersifat pribadi tidak tumbuh begitu saja. Diperlukan latihan dan edukasi kontinyu sehingga menjadi gaya hidup (life style) seseorang.

Tidak sedikit akademisi yang semula dikenal ebsrih (clean), tatkala berkecimpung di organasasi publik banyak tersandung gara-gara keuangan.

Edukasi pengelolaan keuangan sangat penting bagi siapapun di tengah era konsumerisme. Arus globalisasi telah menggiring nafsu belanja membuat orang sukar berpikir jernih tatkala memegang uang.

Hal ini dilirik para perusahaan untuk berlomba menciptakan strategi produkdi dan pemasaran guna menggaet hati konsumen untuk menguras isi dompetnya. Bentuk iklan-iklan, rpomosi dan diskon besar-besaran seolah menghipnotis masyarakat untuk bersaing dalam gaya hidup dan konsumsi.

Budaya belanja pun mewabah ke dalam berbagai strata umur mulai balita, remaja, ibu-ibu hingga para lansia. Budaya menabung (saving) sebagai simbol kearifan, semakin tergilas oleh budaya leasing (kredit) dalam merealisasikan hasrat dan keinginannya. Celakanya budaya konsumtif tidak lagi didasari logika kebutuhan (need), tetapi lofika hasrat (desire) dan keinginan (want) serta gengsi dan kepuasaan seketika.

Oleh karena itu kecerdasan FQ (financial quotient) merupakan kecakapan mengelola keuangan secara cerdas, bijaksana dan terencana sangat penting dimiliki seseorang. Kecerdasan ini dapat diasah sejak usia dini. Anak-anak dibiasakan sejak belia merencanakan memenuhi keinginannya dengan cara mempertimbangan skala prioritas terhadapa suatu produk berdasarkan aspek kegunaan atau urgensinya (mendesak atau tidak).

Kecerdasan ini akan menjadi benteng untuk tidak hanyut dan panik saat kelebihan atau kekurangan uang sehingga senantiasa jernih dan matang ketika berperilaku. Edukasi ini pula bukan sekedar urusan angka bersifat matematik, melainkan lebih pada pembentukan watak, mental, dan pengalaman sehingga menjadi gaya hidup dan etos kerja sehari-hari.

Menurut hemat penulis, ada lima aspek utama dalam edukasi ini, yakni:
1. Pemahaman cara mendapatkan uang. Aspek ini membekali pemahaman bahwa uang diperoleh mesti dengan cara alal, bukan hasil mencuri atau merugikan orang lain.

2. Cara membelanjakan uang. Aspek ini berguna membekali anak menjadi konsumen pintar dan selektif. Anak pandai meerencanakan dan memprioritaskan kebutuhan mendesak atau bisa diganti atau ditunda sesuai dengan anggaran.

3. Cara berhemat. Aspek ini menekankan perlunya menabung di sekolah atau di bank. dengan memiliki tabungan, apa pun bentuknya, pasti akan memberi manfaat dalam menghadapi hambatan dalam rangka meraih cita-cita.

4. Menjaga amanah. Aspek ini berkenaan dengan kecerdasan spiritual, tentang moral berisi kejujuran, keeprcayaan dan transparansi.

5. Pemahaman tentang hak uang. Aspek ini bertalian dengan kecerdasan sosial anak sehingga dengan uangbisa berbagi, bersedekah atau membantu sesama umat.

Melalui pembiasaan dan disiplin sejak usia dini merupakan bekal menuntun anak agar lebih arif dalam memaknai kehirupan (**)

Penulis, Ajeng Kania
Guru SDN Taruna Karya 4, Kec. Cibiru Kota Bandung